Dasar Hukum Pembagian Warisan, Begini Menurut KUH Perdata Maupun Islam

Ditulis oleh: -
pembagian warisan
Dasar Hukum Pembagian Warisan, Begini Menurut KUH Perdata Maupun Islam (gambar: solusi-pajak.com)

Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan  dilakukan dengan adil.

Selain itu, pembagian harta warisan yang tak adil juga bisa dituntut di Pengadilan.

Kata “warisan” diambil dari Bahasa Arab Al-miirats yang artinya perpindahan sesuatu kepada orang atau kaum lain. Bentuk warisan tersebut bisa bermacam-macam, antara lain pusaka, surat wasiat, dan harta. Biasanya dibuat ketika pemilik masih hidup, lalu dibagikan ketika ia meninggal dunia.

Mengenai aturan hukum pembagian harta warisan orang tua, di Indonesia memiliki tiga aturan yang berbeda, yakni:
  • Pertama, Hukum Perdata Barat dimana permberlakuannya adalah bagi golongan Tionghoa dan Timur Asing.
  • Kedua, Hukum Adat yang bersumber dari masing-masing daerah Adat Indonesa.
  • Ketiga, Hukum Islam yang tentunya berlaku pada orang Indonesia beragama Islam.
Hukum waris yang digunakan berdasarkan agama yang dianut oleh ahli waris. Bila ahli waris beragama Islam, maka hukum waris yang digunakan adalah Hukum Islam. Namun jika beragama selain Islam, maka hukum waris yang digunakan merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Baik berdasarkan Hukum Islam maupun KUH Perdata (Pasal 852), dinyatakan dengan jelas bahwa mereka yang berhak menjadi ahli waris adalah:

1. Merupakan mereka yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris (anak dan keturunannya, orang tua kandung, saudara kandung, kakek dan nenek, dll.).

2. Memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris (suami atau istri pewaris)

3. Mereka yang tidak kehilangan hak atas warisan yang disebabkan karena:
  • a) Dinyatakan bersalah oleh hakim dan dihukum karena telah membunuh atau mencoba membunuh atau melakukan penganiayaan berat terhadap pewaris. (Pasal 838 ayat 1 KUH Perdata)
  • b) Orang yang telah mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya dengan cara kekerasan. (Pasal 838 ayat 3 KUH Perdata)
  • c) Orang yang menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris. (Pasal 838 ayat 4 KUH Perdata)
  • d) Orang yang dinyatakan bersalah oleh hakim karena telah memfitnah dan menuduh pewaris melakukan kejahatan. (Pasal 838 ayat 2 KUH Perdata)
Pemberian harta warisan dari pewaris kepada anak-anak adalah sebuah kewajiban, kecuali anak angkat yang tidak mendapat harta waris karena anak angkat tidak memiliki hubungan darah dengan pewaris. Anak angkat hanya memiliki haknya kepada harta yang diberikan oleh orang tua angkat, saat orang tua angkat masih hidup.


Pembagian Warisan Menurut KUHPerdata


KUHPerdata

Dalam KUHPerdata, prinsip dari pewarisan dapat dilihat pada Pasal 830 dan Pasal 832 KUHPerdata.

Yakni bahwa Harta Waris baru dapat diwariskan kepada pihak lain apabila terjadinya suatu kematian. Selain itu, Ahli Waris harus memiliki hubungan darah dengan pewaris.

Sehingga, yang memiliki hak waris terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, baik keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudaranya.

Prinsip pembagiannya pun diutamakan golongan pertama, yakni suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya, dapat dilihat pada Pasal 852 KUHPerdata.
  • Jika golongan pertama tidak ada, maka turun ke golongan kedua, yakni orang tua dan saudara kandung pewaris.
  • Jika golongan kedua tidak ada, maka turun ke golongan ketiga, yakni Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
  • Terakhir, jika golongan ketiga juga tidak ada, maka turun ke golongan keempat, yakni Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Pembagian Waris Menurut Hukum Islam


alkhoirot.net

Hukum Waris diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Bab II dengan judul Hukum Kewarisan. Hukum waris Islam diatur di dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Untuk pembagian harta waris di dalam hukum Islam sudah diatur dengan sangat jelas pada Al Quran yakni di Surat An Nisa. Allah SWT dengan segala rahmat-Nya juga sudah memberikan bimbingan untuk mengarahkan manusia dalam urusan pembagian harta warisan.

Pembagian harta warisan ini memiliki tujuan supaya diantara manusia yang sudah ditinggalkan tidak menimbulkan pertengkaran dan perselisihan sebagaimana disebutkan dalam hadist;

Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan mengabarkannya ”. (HR. Ahmad Turmudzi dan An Nasa’I)

Dari pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa ketentuan yang sudah ditetapkan dalam mengatur harta waris, yakni:
  • Hukum harta warisan adalah hukum yang mengatur mengenai pemindahan hak kepemilikan pewaris dan menentukan siapa saja yang memiliki hak dan berapa banyak setiap bagiannya.
  • Pewaris merupakan seseorang yang disaat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
  • Ahli waris merupakan orang yang disaat meninggal memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris yang beragama Islam dan tidak terhalang hukum untuk menjadi ahli waris.
  • Harta peninggalan merupakan harta yang ditinggalkan pewaris berupa harta benda yang menjadi miliknya.
  • Harta waris merupakan harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah dipakai untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya mengurus jenazah, membayar hutang dan memberikan untuk kerabat.
  • Wasiat merupakan pemberian sebuah benda dari pewaris pada orang lain atau lembaga yang berlaku sesudah pewaris wafat.
  • Hibah merupakan pemberian benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang pada orang lain yang masih hidup.
  • Baitul Maal merupakan balai harta keagamaan.
Baca Juga: Anak Hasil Diluar Nikah Itu Tidak Ada Hak Warisan, Mungkin Mereka yang Zina Tidak Tahu

Sementara untuk kewajiban ahli waris pada pewaris menurut pasal 175 KHI adalah:

  • Mengurus dan menuntaskan sampai pemakaman jenazah selesai
  • Menyelesaikan hutang piutang seperti biaya pengobatan, perawatan dan kewajiban pewaris atau menagih piutang
  • Menyelesaikan masalah wasiat pewaris
  • Membagikan harta warisan pada ahli waris yang memang berhak
Ahli waris secara bersama atau perorangan bisa mengajukan permintaan pada ahli waris yang tidak menyetujui hal tersebut dan yang bersangkutan bisa mengajukan gugatan lewat Pengadilan Agama untuk dilaksanakan pembagian harta warisan [Pasal 188 KH].

Apabila pewaris tidak meninggalkan harta warisan apapun, ahli pewaris tidak diketahui keberadaannya, maka harta waris yang didasari putusan Pengadilan Agama akan diserahkan pada Batul Maal untuk kepentingan Islam dan kesejahteraan umum [Pasal 191].

Jika pewaris memiliki istri lebih dari satu, maka masing-masing mendapatkan gono gini dari rumah tangga dengan suami dan semua bagian pewaris menjadi hak untuk ahli waris [Pasal 190 KH].

Untuk duda akan mendapat separuh bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak. Namun jika meninggalkan anak maka akan mendapat seperempat bagian [Pasal 179 KHI].

Untuk janda mendapat seperempat bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak, jika ada anak maka janda akan mendapat seperempat bagian [Pasal 180 KHI].

Berikut ini adalah panduan islam membagi bagian untuk para ahli waris, yaitu:

1. Bagian Warisan untuk Istri

Untuk bagian dari setiap ahli waris yakni istri akan mendapat seperempat bagian jika pewaris yang meninggal tidak memberikan anak atau cucu. Sementara istri akan mendapat seperdelapan bagian apabila pewaris memiliki anak atau cucu dan istri tidak pernah terhijab dari ahli waris.

Hal yang menjadi dasar hukum bagian untuk istri adalah firman dari Allah SWT dari surat An Nisa ayat 12, “Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak, dan jika kamu mempunyai anak, maka isteri-isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat atau setelah dibayar hutang-hutangmu”.

2. Bagian Warisan untuk Suami

Sedangkan untuk suami akan mendapat setengah bagian jika pewaris tidak memiliki anak dan 1/4 bagian jika pewaris memiliki anak.

Hal ini diambil dari firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 12, “Dan bagimu (suami-suami) seperdua bagian dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika tidak mempunyai anak, dan jika ada anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar hutang-hutangnya”.

3. Bagian Warisan Untuk Anak Perempuan

Sementara untuk pembagian warisan untuk anak perempuan akan mendapat setengah bagian jika pewaris memiliki anak laki-laki.

Dua anak perempuan atau lebih akan mendapat duapertiga bagian jika pewaris memiliki anak laki-laki.

Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT, “Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.

4. Bagian Warisan untuk Anak Laki-Laki

Untuk warisan anak laki-laki akan mendapat seluruh warisan jika hanya satu orang anak sebagai ashabah, jika tidak ada ahli waris dzawil furudz. Tetapi jika ahli waris dzawil furudz maka hanya mendapat ashabah atau sisa sesudah dibagikan untuk ahli waris dzawil furudz atau ashabah bin nafsih.

Jika anak laki-laki dua orang atau lebih dan tidak terdapat anak perempuan dan ahli waris dzawil furudz lain, maka harta warisan akan dibagi rata.

Akan tetapi jika ada anak perempuan maka dibagi menjadi dua banding satu berdasarkan dari surat An Nisa ayat 11 dan 12.

5. Bagian Warisan Untuk Ibu si Pewaris

Ibu akan menerima warisan sebanyak seperenam jika pewaris yang wafat meninggalkan anak dan mendapat sepertiga bagian jika pewaris tidak memiliki anak.

Dari antara harta waris yang ada dan jika ada ibu yang dihijab ibu ialah nenek dari pihak ibu yakni ibu dari ibu dan seterusnya. Nenek dari pihak bapak yakni ibu dari bapak dan seterusnya.

Ini diambil berdasarkan surat An Nisa ayat 11, “Dan untuk dua orang ibu bapak, baginya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika pewaris itu  mempunyai anak”.

6. Bagian Warisan Untuk Bapak si Pewaris

Bagian warisan untuk bapak jika pewaris memiliki anak laki-laki atau cucu dari anak laki-laki adalah seperenam bagian dari harta peninggalan dan sisanya untuk anak laki-laki.

Jika pewaris hanya meninggalkan bapak maka bapak akan mendapat seluruh harta peninggalan memakai jalan ashabah. Jika pewaris meninggalkan ibu dan bapak maka ibu akan mendapat sepertiga dan bapak mendapat duapertiga bagian.

7. Bagian Warisan untuk Nenek

Jika pewaris hanya meninggalkan nenek dan tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat seperenam bagian. Jika pewaris meninggalkan nenek lebih dari satu dan tidak meninggalkan ibu, maka nenek akan mendapat seperenam bagian yang akan dibagi rata diantara nenek.

Orang Yang Tidak Berhak Atas Warisan dalam Islam

Menurut hukum Islam mengenai ahli waris, ada beberapa jenis orang yang tidak berhak untuk menerima harta waris, yakni:
  • Pembunuh pewaris berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan Al Timidzi, Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasa’i.
  • Orang murtad yakni keluar dari Islam berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan Abu Bardah.
  • Orang yang berbeda agama dengan pewaris yakni tidak menganut Islam atau kafir.
  • Anak zina yakni anak yang lahir dari hubungan diluar nikah berdasarkan hadits yang diriwayatkan At Timidzi [Hazairin, 1964:57].
  • Apabila pewaris meninggalkan ibu, maka semua nenek akan terhalang baik itu nenek pihak ibu dan pihak ayah. Sedangkan jika semua ahli waris masih ada, maka yang berhak untuk mendapatkan harta warisan hanyalah anak laki-laki dan perempuan, ayah, ibu, janda dan duda sementara untuk ahli waris lain akan terhalang.
Demikian penjelasan lengkap terkait pembagian warisan, baik KUHPerdata maupun menurut Hukum Islam, semoga bermanfaat bagi kita semua.