Gambar dilansir dari irtaqi.net
Pak ustadz...
Benarkah membagi warisan sebelum orang tua meninggal hukumnya haram?
Padahal, membagi warisan tersebut tujuannya biar orang tua tahu warisannya telah terbagi rata untuk anak-anaknya.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada 3 hal yang perlu dibedakan terkait pembagian warisan sebelum meninggal,
[1] Hibah
[2] Membagi warisan sebelum meninggal
[3] Wasiat moral agar membagi warisan sesuai aturan
Kita akan memberikan rincian keterangan masing-masing,
[pertama] Hibah
Ada 4 ketentuan hibah dari orang tua kepada anak:[1] Harus merata semua anak. Bahkan menurut jumhur ulama, hibah untuk anak laki-laki sama dengan hibah untuk anak perempuan.
Dari Muslim bin Shubaih, aku mendengar an-Nu’man saya menyampaikan khutbah mengatakan,
انْطَلَقَ بِى أَبِى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُشْهِدُهُ عَلَى عَطِيَّةٍ أَعْطَانِيهَا فَقَالَ « هَلْ لَكَ بَنُونَ سِوَاهُ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « سَوِّ بَيْنَهُمْ ».
“Ayahku mengajakku menghadap Rasulullah untuk meminta beliau menjadi saksi atas pemberian yang diberikan ayah kepadaku”. Nabi bersabda kepada ayahku, “Apakah engkau punya anak selain anak ini?”. “Iya”, jawab ayahku. Nabi bersabda, “Samakanlah hibah untuk mereka.” (HR. Nasai 3701, Ibnu Hibban 5099, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
[2] Harus diserah-terimakan
Jika baru dinyatakan namun tidak diserahkan, sama sekali tidak mengikat.
Dinyatakan dalam riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu pernah secara lisan memberikan hibah kepada Aisyah. Menjelang wafatnya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
يابنية … إني كنت نحلتك جداد عشرين وسقاً من مالي، ولو كنت جددتيه وأحرزتيه لكان لك، وإنما هو اليوم مال الوارث، وإنما هما أخواك وأختاك فاقتسموه على كتاب الله
Wahai putriku…, aku pernah memberimu hartaku berupa kurma matang 20 wasaq, andai dulu kamu menerimanya, tentu itu menjadi milikmu. Namun hari ini, harta itu menjadi harta ahli waris, yaitu kedua saudara laki-laki dan saudara perempuanmu. Karena itu, bagilah sesuai aturan Allah. (HR. Malik dalam al-Muwatha’, 806).
[3] Harus diserahkan ketika orang tua masih sehat, tidak ada tanda-tanda mendekati ajal
Jika hibah ini diserahkan ketika orang tua sudah sakit-sakitan atau ada tanda-tanda ajalnya sudah dekat, maka terhitung wasiat.
[4] Jika ada anak yang meninggal sebelum orang tuanya, dia tetap dikasih yang sama sebagaimana anaknya yang lain, dan diserahkan ke ahli warisnya.
Misal: Pak Adi memiliki 3 Anak: Maryam, Ahmad, dan Utsman. Semuanya sudah berkeluarga. Utsman memiliki 2 anak: Abdullah dan Ubaid.
Suatu ketika, Pak Adi menghibahkan sawahnya kepada semua anaknya, dengan dia serahkan sertipikatnya. Sebulan berikutnya Utsman meninggal. Maka dalam kondisi ini, Utsman tetap mendapatkan hak yang sama dan diserahkan ke ahli warisnya (Abdullah dan Ubaid).
Hibah orang tua kepada anaknya dengan 4 kriteria di atas, sah dan terjadi perpindahan status hak milik. Sehingga, jika ortu telah menghibahkan rumahnya kepada anak maka rumah itu menjadi milik anak, dan ortu tidak lagi memilikinya. Jika dia tetap tinggal bersama anaknya, berarti dia ikut anak.
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan,
إذا قسم – الأب – ما بيده بين أولاده، فإن كان بطريق أنه ملك كل واحد منهم شيئاً على جهة الهبة الشرعية المستوفية لشرائطها من الإيجاب والقبول والإقباض أو الإذن في القبض، وقبض كل من الأولاد الموهوب لهم ذلك، وكان ذلك في حال صحة الواهب جاز ذلك، وملك كل منهم ما بيده لا يشاركه فيه أحد من إخوته، ومن مات منهم أعطي ما كان بيده من أرض ومُغّل لورثته…
Ketika bapak membagi hartanya kepada anak-anaknya – jika ini dilakukan dengan cara masing-masing berhak memiliki sebagaimana hibah yang sesuai syariat, memenuhi semua persyaratannya, ada ijab qabul, diserah-terimakan, dan semua anak menerima apa yang diberikan kepada mereka, serta itu dilakukan ketika orang tua yang memberikan hibah masih sehat, hukum hibah ini dibolehkan. Dan masing-masing anak memiliki jatah yang dia terima, dimana saudaranya sudah tidak memiliki hak apapun lagi. Sementara anak yang meninggal, jatahnya diserahkan ke ahli warisnya.
[kedua] Membagi warisan sebelum meninggal
Orang tua mengumpulkan semua ahli warisnya, terutama para anaknya lalu dia membagi warisan ke mereka. Ortu menghitung dan menentukan, anak pertama dapat rumah A, anak kedua dapat tanah B, dst. Namun warisan ini baru diserahkan setelah meninggal. Pembagian semacam ini dinilai para ulama sebagai pembagian yang batal. Alasannya:[1] Orang yang masih hidup tidak bisa membagi warisan hartanya sendiri
[2] Harta itu bisa bertambah dan berkurang. Sehingga ketika sudah dibagi, sangat rentan mengalami perubahan.
[3] Bisa jadi ada anak yang meninggal sebelum ortunya. Dan ini semua menyebabkan harus dilakukan koreksi terhadap pembagian warisan.
Lajnah Daimah menjelaskan,
إن تقسيم التركة قد بين الشارع كيفيته ولم يجعلها للوارث، أما إذا قسم الإنسان ما بيده من أموال بين أولاده، فإن كانت هذه القسمة مجرد كلام، والمال باق بيده حتى توفي، فهى قسمة باطلة، فإن الحى لا يورث
Sesungguhnya pembagian warisan telah dijelaskan oleh syariat mengenai tata caranya, dan aturan ini tidak diserahkan ke pemberi warisan. Ketika seseorang membagi harta warisan kepada semua anaknya, jika pembagian ini hanya dilakukan secara aklamasi, sementara harta tetap milik orang tua sampai meninggal, maka pembagian ini batil. Karena orang yang hidup tidak bisa membagi warisan.
Karena statusnya batal, maka pada saat ortu meninggal, harus dilakukan pembagian ulang.
[ketiga] Wasiat moral agar membagi warisan sesuai aturan
Maksudnya orang tua mengumpulkan semua anaknya dan ahli warisnya, lalu dia berpesan agar membagi warisan sesuai aturan Allah jika orang tuanya meninggal. Ortu tidak menentukan harta mana saja yang akan dimiliki anaknya, namun dia hanya meminta agar dibagi sesuai aturan, misal anak lelaki mendapat jatah 2 kali anak perempuan.Untuk metode yang ketiga ini dibolehkan. Bahkan bisa jadi dianjurkan agar tidak terjadi sengketa diantara anak setelah orang tuanya meninggal.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)