Gambar dilansir dari repelita.com
Kampung Petobo di Palu jadi saksi bisu ganasnya alam...
Kampung tersebut hilang tenggelam ditelan bumi beberapa saat setelah Gempa Donggala 7,4 SR.
Kenapa bisa seperti itu? Berikut penjelasan ilmiah kejadian mengerikan tersebut!
Setelah gempa Donggala berkekuatan 7,4 SR, tsunami Palu pun menyapu menyapu sekitar kawasan Kota Palu. Rupanya, bencana itu belum berhenti.
Warga Palu menjadi korban lagi akibat perumahan Balaroa Palu bergerak sendiri.
Perumahan yang berjejer itu, tiba-tiba ambles dan hancur ditelan bumi. Rumah-rumah itu bergetar dan bergerak sendiri. Banyak bangunan roboh dan kemudian tertelan tanah.
Fenomena mengerikan tersebut biasa disebut dengan likuifaksi, atau penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah.
"Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah pasir," jelas Dwikorita, seperti dilansir dari Liputan6.com, Senin (1/10/2019).
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini memaparkan bahwa likuifikasi terbagi menjadi dua jenis.
Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar seperti air mancur.
"Bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, jadi seakan-akan hanyut," ujar Dwikorita.
Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles.
"Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah," kata Dwikorita.
"Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda yang ada di permukaan tanah tadi," papar Dwikorita.
Baca Juga:
Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncangan. Pemulihan tanah pun masih belum dapat dipastikan.
"Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi," kata Dwikorita.
Berikut video kejadian mengerikan tersebut, seperti dilansir twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
Kampung Petobo di Palu jadi saksi bisu ganasnya alam...
Kampung tersebut hilang tenggelam ditelan bumi beberapa saat setelah Gempa Donggala 7,4 SR.
Kenapa bisa seperti itu? Berikut penjelasan ilmiah kejadian mengerikan tersebut!
Setelah gempa Donggala berkekuatan 7,4 SR, tsunami Palu pun menyapu menyapu sekitar kawasan Kota Palu. Rupanya, bencana itu belum berhenti.
Warga Palu menjadi korban lagi akibat perumahan Balaroa Palu bergerak sendiri.
Perumahan yang berjejer itu, tiba-tiba ambles dan hancur ditelan bumi. Rumah-rumah itu bergetar dan bergerak sendiri. Banyak bangunan roboh dan kemudian tertelan tanah.
Bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi?
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan apa yang terjadi.Fenomena mengerikan tersebut biasa disebut dengan likuifaksi, atau penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah.
"Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah pasir," jelas Dwikorita, seperti dilansir dari Liputan6.com, Senin (1/10/2019).
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini memaparkan bahwa likuifikasi terbagi menjadi dua jenis.
Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar seperti air mancur.
"Bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, jadi seakan-akan hanyut," ujar Dwikorita.
Bahayanya Likuifasi
Bahaya dari fenomena 'tanah bergerak' ini adalah bangunan akan ambles masuk ke dalam.Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles.
"Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah," kata Dwikorita.
"Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda yang ada di permukaan tanah tadi," papar Dwikorita.
Baca Juga:
- Astagfirullah! Sisi Lain Dari Kota Palu, yang Jarang Diketahui
- Jejak Mengerikan Tsunami Palu, Kapal Besar Mendarat Dirumah Warga
- Lempeng Bumi Bergerak, Inilah 5 Fakta Gempa Donggala Hingga Mengakibatkan Tsunami
Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncangan. Pemulihan tanah pun masih belum dapat dipastikan.
"Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi," kata Dwikorita.
Berikut video kejadian mengerikan tersebut, seperti dilansir twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
Detik-detik saat rumah-rumah bergerak dan roboh disebabkan proses likuifaksi dan amblesan akibat gempa 7,4 SR di Kota Palu. Permukaan tanah bergerak dan ambles sehingga semua bangunan hancur. Proses geologi yang sangat mengerikan. Diperkirakan korban terjebak di daerah ini. pic.twitter.com/Vf5McUaaSG— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) 30 September 2018