Alasan Mengapa Indonesia Tak Produksi Pesawat Tempur Sendiri, Ternyata ini

Ditulis oleh: -

pesawat tempur via militerhankam.com

Indonesia mempunyai SDM yang pandai, mempunyai Sumber Daya Alam yang banyak. Lantas kenapa tidak membuat pesawat tempur sendiri? Ternyata karena ini!
Pesawat tempur adalah pesawat militer yang dirancang untuk menyerang pesawat lain di udara. Pesawat tempur relatif lebih kecil, cepat, dan lincah.

Pesawat tempur awalnya dikembangkan pada Perang Dunia I untuk menghadapi pesawat pengebom dan balon udara yang mulai lazim digunakan untuk melakukan serangan darat dan pengintaian.

Kenapa biaya operasional pesawat tempur sangat mahal? Karena pesawat tempur memiliki rangkaian mesin yang kompleks, yang diproduksi dalam jumlah kecil dan hanya dibeli oleh pemerintah. Biaya pengembangan itu melonjak terus diimbangi dengan jumlah produksi yang besar.

Sebagai angkatan perang matra udara di dalam tubuh TNI, TNI Angkatan Udara (AU) tentunya memiliki berbagai pesawat-pesawat yang mendukung peran, tugas dan fungsinya. Apa saja pesawat tempur milik Indonesia? Dilansir dari merdeka.com, berikut 5 pesawat tempur yang pernah dimiliki Indonesia:

1. MiG-17 Fresco
Mikoyan-Gurevich MiG-17 merupakan salah satu pesawat tempur modern yang dimiliki TNI AU. Kedekatan hubungan membuat Uni Soviet tak keberatan ketika Indonesia berniat membeli 66 unit pesawat ini.

Pesawat ini pertama kali terlibat dalam pertempuran udara di Selat Taiwan dan Perang Vietnam. Dalam kedua pertempuran itu, pesawat ini membuat pesawat-pesawat tempur yang diterbangkan pilot AS waspada.

MiG-17 Fresco semula dibuat sebagai pesawat tempur serbaguna dengan pengoperasian siang hari. Pesawat ini juga dapat digunakan sebagai pesawat tempur-bomber, tetapi daya angkut bom-nya relatif kecil jika dibandingkan dengan pesawat lain saat itu, dan biasanya membawa tangki bahan bakar tambahan selain bom.

MiG-17 memiliki panjang 11,26 meter dan lebar sayap 9,63 meter. Pesawat berbobot kosong 3.919 kg dan bobot maksimal 5.350 kg ini dilengkapi mesin Klimov VK-1F. Kecepatan pesawat mencapai 1.145 km per jam pada ketinggian 10.000 kaki dan melesat sampai 2.060 km.

Pesawat varian ini dipersenjatai dua senapan 23mm NR-23 dan satu senapan 37mm N-37, yang terpasang di bawah intake-udara. TNI AU sendiri memiliki dua varian pesawat jenis ini, yakni MiG-17F, MiG-17PF. Semua varian dapat membawa 100 kg bom hingga 250 kg bom. MiG-17PF TNI AU dilengkapi radar Izumrud-5 (RP-5).

2. MiG-21 Fishbed
Tak kalah dengan pendahulunya, MiG-21 memiliki panjang 14,5 meter dan lebar sayap 7.154 meter ini memiliki bobot bersih 8.825 kg. Pesawat ini dilengkapi sebuah mesin Tumansky R25-300 yang membuatnya melesat hingga 2.175 km per jam dengan jarak tempuh 1.210 km.

Pesawat ini menjadi pesawat yang paling sukses dibuat Mikoyan, jet supersonik ini paling banyak populasinya dan banyak digunakan sejumlah negara dunia. Salah satu fitur yang menonjol adalah biaya produksinya yang rendah.

NATO, memberikan julukan khusus untuk MiG-21 yakni ‘fishbed’, yang berarti fosil ikan. Sedangkan pilot Soviet menyebut pesawat ini ‘balalaika’ karena sayapnya yang berbentuk segitiga.

Seperti MiG-17, MiG-21 juga sukses dalam perang Vietnam. Bodinya yang ramping membuat jet ini mampu bergerak dengan gesit dan lincah. Kondisi ini membuat armada AS membuat taktik khusus guna menghadapinya, namun tindakan itu tak membuat MiG-21 kalah dalam pertempuran udara.

3. Tu-16 Badger
TNI AU menerima 25 unit pesawat bomber Tu-16 Badger dengan varian Tu-16KS-1 pada 1961. Pesawat-pesawat ini sedianya bakal digunakan untuk Operasi Trikora dalam merebut kembali Irian Barat dari Belanda.

Salah satu targetnya adalah Kapal Hr Ms Karel Doorman, sebuah kapal induk AL Belanda yang berlayar dekat Irian Barat. Kapal ini menggunakan rudal anti-kapal AS-1 Kennel,

14 Unit Tu-16 ditempatkan dalam Skadron 41 dan sisanya di Skadron 42. Kedua skadron ini bermarkas di Pangkalan Udara AURI Iswahyudi, di Madiun, Jawa Timur. Semua unit Tu-16 tidak diterbangkan lagi pada tahun 1969 dan keluar dari armada AURI pada tahun 1970.

Tu-16 ini memuat 7 orang kru mulai diperkenalkan pada 1954 dan berhenti diproduksi tahun 1993. Pesawat berbobot kosong 37.200 kg ini dilengkapi 2 mesin Mikulin AM-3 M-500 dan mampu melesat hingga 1.050 km per jam, serta mampu menjelajah sampai 7.200 km.

Pesawat ini dilengkapi 6-7 meriam Afanasev Makarov AM-23 23 mm, dan rudal jenis Raduga KS-1 Komet (AS-1 Kennel), Raduga K-10S (AS-2 Kipper) anti-kapal, atau Raduga KSR-5 ( AS-6 Kingfish ) anti-kapal. Dalam misi pengeboman, Tu-16 mampu membawa 9.000 kg bom menuju target. Pesawat inilah yang dulu sempat membuat Australia ketar-ketir.

4. North American B-25 Mitchell
Pesawat pembom bermesin kembar kelas menengah ini dibuat North American Aviation dan banyak digunakan sejumlah angkatan udara sekutu. Pesawat ini sering digunakan dalam berbagai misi pemboman udara selama berlangsungnya Perang Dunia II dan tetap digunakan selama dua dekade.

TNI AU mendapatkan pesawat ini secara gratis dari tangan Angkatan Udara Belanda (RNLAF). Bersama 26 Invader, keduanya menjadi kekuatan inti dari Skadron 1 AURI.

Di bawah Skadron 1, kedua pembom B-25 dan B-26 bertugas sebagai pembom taktis. Tugasnya adalah membantu operasi darat dan Taut. Karena semakin meningkatnya intensitas konflik horizontal di dalam negeri, permintaan dukungan dari Skadron 1pun semakin meningkat.

Tidak lama setelah diterima AURI, B-25 langsung ditugaskan untuk menjalani sejumlah operasi militer di seluruh Tanah Air. termasuk pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), PRRI/Permesta hingga mendukung Operasi Seroja yang berlangsung pada 1975.

Secara spesifikasi, pesawat ini diawaki enam orang kru. Bermesin Wright R-2600-92 Twin Cyclone 14-silinder air-cooled radial engine, B-25 mampu melesan hingga 272 mph, atau 438 km per jam.

Pesawat ini dilengkapi senapan mesin kaliber 12.7 mm dan kanon T13E1 kaliber 74 mm, serta high velocity aircraft rockets (HVAR) kaliber 127 mm. Bom yang dapat dibawa mencapai 1.360 kg.

5. A-4 Skyhawks
Pembelian pesawat ini bermula dari memburuknya hubungan Indonesia dengan Uni Soviet di era Orde Baru, alhasil spareparts untuk memperbaiki Il-28 Beagles dan Tu-16 Badgers disetop. Untuk menggantikannya, TNI AU mengincar A-4 Skyhawks dari Amerika Serikat, namun ternyata negara ini hanya mampu memberikan sedikit, sedangkan kebutuhan armada sangat banyak.

Indonesia lantas memutuskan untuk membeli pesawat tersebut dari Israel meski tak memiliki hubungan diplomatik sekalipun. Alhasil, pesawat ini berdinas sejak 1982 hingga dipensiunkan pada 2003. Pada tahun itu, TNI AU menggantinya dengan dua unit Su-27SK dan dua unit Su-30MK dari Rusia.

Dengan mengandalkan mesin Pratt & Whitney J52-P8A turbojet, pesawat ini mampu melesat dengan kecepatan 1.077 km per jam dan menempuh jarak hingga 3.220 km. Tak heran jika TNI AU sempat menampilkan kecanggihan pesawat ini dalam serangkaian acara aerobatik udara.

Dalam pertempuran, A-4 Skyhawk dapat mengangkut 2 unit kanon Colt Mk 12 kaliber 20 mm yang mampu menembakkan 100 peluru, menembakkan roket Mk 32 Zuni. Pesawat ini juga dapat membawa AIM-9 Sidewinder, AGM-12 Bullpup, AGM-45 Shrike anti-radiation missile, AGM-62 Walleye TV-guided glide bomb, dan AGM-65 Maverick.

Sedangkan bom yang dapat diangkut jet tempur ini antara lain Rockeye-II Mark 20 Cluster Bomb Unit (CBU), Rockeye Mark 7/APAM-59 CBU, Mark 80 series of unguided bombs, B43 nuclear bomb, B57 nuclear bomb dan B61 nuclear bomb.


ilustrasi pesawat tempur via detikmiliter.com

Kenapa Indonesia tidak membuat pesawat tempur sendiri? Mampukah Indonesia membuat pesawat tempur? Indonesia punya modal untuk mengembangkan kemampuan pesawat tempur. Dikutip dari Tribunnews.com bahwa membangun pesawat tempur bukanlah sesuatu yang mudah, dan Indonesia bisa dikatakan sebelumnya belum pernah punya pengalaman membangun pesawat tempur sendiri.

Oleh karena itu produksi pesawat tempur KF-X/IF-X, baru akan rampung akan rampung proyeknya pada tahun 2026 mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Kapuslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan, Marsma TNI Bambang Wijonarko menambahkan bahwa teknologi kedirgantaraan akan selalu berkembang setiap saat.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Indonesia harus punya kemampuan memproduksi pesawat sendiri, sehingga ke depannya lebih mudah mengejar segala ketertinggalan.

Oleh karena itu dalam proyek pembuatan pesawat KF-X/IF-X ini, selain nantinya Indonesia bisa mengantongi 100 persen data selama proses pembuatan, Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang ikut berpartisipasi secara teknis dalam pembuatan pesawat, kemampuannya akan terdongrak.

Mereka nantinya diharpkan bisa membantu pengembangan kemampuan pesawat yang dimiliki Indonesia.

Baca Juga : Selain Penentu Arah, Rasi Bintang Juga Penting Untuk Hal-hal Berikut


Demikian informasi terkait pesawat tempur yang dapat kami bagikan. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Terima kasih.