Khusus Dewasa! Sisa Mani Keluar Setelah Mandi Junub, Bagaimana Hukumnya?

Ditulis oleh: -

Gambar ilustrasi dilansir dari fourlook.com

Untuk suami maupun istri...

Bagaimana hukumnya ketika selesai mandi junub, keluar sisa mani? Apakah harus mengulangi mandi junub kembali?

Berikut beberapa fatwa Ulama mengenai perkara tersebut!

Kadang terjadi, setelah berhubungan suami istri dan setelah mandi masih keluar cairan mani.

Lantas jika mendapati kondisi tersebut, apakah harus mandi junub kembali?

Dikutip dari islamqa.info, Syekh Utsaimin ditanya seorang penanya  tentang cairan yang keluar setelah mandi junub, maka beliau menjawab,

"Jika sang penanya tersebut keluar cairan setelah mandi junub dalam keadaan tidak ada syahwat yang baru lagi, maka itu adalah cairan yang memang seharusnya keluar dari sisa junub yang pertama, maka tidak wajib baginya mandi. Yang diwajibkan baginya hanya menghilangkannya dan mencuci bagian yang terkena serta mengulangi wudhunya saja." Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/222

Dalam penjelasan Zaadul Mustaqni, "Jika setelah itu keluar lagi, maka dia tidak perlu mengulanginya."

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Jika seseorang mandi karena keluar mani, kemudian keluar lagi, maka dia tidak mengulangi mandinya, dalilnya karena sebab yang sama tidak mengharuskan dua kali mandi."

Maksudnya bahwa jika setelah itu keluar mani lagi tanpa rasa nikmat, maka dia tidak wajib mandi. Kecuali jika keluar diiringi kenikmatan. Lihat Syarh Al-Mumti, Ibnu Utsaimin, 1/281.

Hal yang sama juga berlaku untuk istri apabila keluarnya mani suami dari kemaluan istri setelah mandi junub.

Dilansir dari konsultasisyariah.com, hukum yang berlaku dalam kasus ini, istri tidak wajib mengulangi mandi junub, namun dia wajib wudhu.

Berikut beberapa fatwa yang menyebutkan hal tersebut,

1. Keterangan Prof. Dr. Ahmad Hajji al-Kurdi (Pengawas Ahli untuk Ensiklopedi Fikih Islam)

فخروج مني الزوج من فرج الزوجة بعد الجماع والغسل لا يوجب عليها إعادة الغسل، بل الوضوء فقط.

Keluarnya mani suami dari kemaluan istri setelah hubungan badan atau setelah mandi, tidak mengharuskan dia untuk mengulangi mandi, namun cukup wudhu saja (Syabakah al-Fatawa as-Syariyah, no. 38393).

2. Keterangan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih,

وخروجه من فرج المرأة بعد الجماع والغسل ناقض للوضوء وقد اشترط المالكية نقضه للوضوء بدخوله عن طريق الوطء قال الخرشي المالكي: وشمل قوله المعتاد خروج مني الرجل من فرج المرأة إذا دخل فيه بوطئه لأن خروجه في هذه الحالة معتاد أي غالباً، وأما لو دخل فرجها بلا وطء ثم خرج فلا يكون ناقضا كما يفيده كلام ابن عرفة. انتهى

Keluarnya mani dari kemaluan wanita setelah jimak atau setelah mandi, membatalkan status wudhunya (mandinya tidak wajib diulangi). Malikiyah mempersyaratkan bahwa ini bisa membatalkan wudhu jika mani itu dimasukkan melalui hubungan badan. Al-Kharsy al-Maliki mengatakan, “Termasuk hal yang biasa terjadi, keluarnya mani suami dari kemaluan istri, setelah melakukan hubungan badan. Keluar semacam ini termasuk sering terjadi. Namun jika mani itu masuk kemaluan istri tanpa melalui hubungan intim, kemudian keluar lagi, tidak membatalkan wudhu. Sebagaimana keterangan Ibnu Arafah.” (Syarh Mukhtashar Khalil, al-Kharsy, 2:231).

[Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 54428]

3. Keterangan Syaikh Musthofa al-Adawi dalam program acara An-Nas yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi. Beliau ditanya tentang wanita yang mengeluarkan cairan setelah mandi junub karena hubungan badan, apa hukum yang berlaku untuknya?

Beliau menjawab,

السائل الذي ينزل من المرأة بعد الاغتسال من الجماع حكمه الوضوء

Cairan yang keluar dari wanita setelah mandi karena hubungan badan, hukumnya wudhu.

Demikian, Allahu a’lam.