PLN rugi Rp 18T via CNBCindonesia.com
Tarif listrik sudah naik, tapi mengapa masih saja alami kerugian ?
Subsidi PLN sudah menghabiskan banyak, namun masih saja alami kerugian. Apa nggak sebaiknya subsidi dibuat untuk pendidikan atau yang lainnya saja setelah melihat kerugian yang dialami PLN.
Akankah kerugian ini merambat ke tarif listrik yang akan dinaikkan? Dan apa saja efek masyarakat alami kerugian ini?
Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir angkat bicara terkait dengan rugi keuangan sebesar Rp 18 triliun yang dialami BUMN kelistrikan tersebut.
Mantan Bos Bank BRI ini menjelaskan bahwa kerugian yang dialami PLN belum tercatat sebagai beban yang harus dibayar dalam waktu dekat, melainkan hanya kerugian pembukuan akibat perubahan nilai tukar, seperti yang dilansir oleh detik.com.
Namun, Sofyan memastikan adanya kerugian ini tidak mengubah tekad PLN terkait dengan tarif listrik sampai akhir 2019.
Berdasarkan keterbukaan informasi, PLN hingga kuartal III-2018 menderita kerugian hingga Rp 18,48 triliun. Catatan ini berbanding terbalik dengan periode yang sama di 2017 yang mana PLN berhasil mengantongi laba bersih sebesar Rp 3,05 triliun.
Namun, Sofyan mengungkapkan bahwa rugi yang dimaksud adalah hanya sebagai rugi pembukuan atau belum menjadi beban bagi PLN.
"Bukan rugi riil, rugi pembukuan. Kan beda rugi usaha sama rugi keuangan, rugi usaha itu misalnya kita beli 10, juak 8, itu rugi dua," kata Sofyan di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Rabu (31/10/2018) yang dilansir dari detik.com
Kerugian yang tercatat dalam keuangan PLN pada kuartal III-2018, hanya karena selisih kurs pada utang dalam dolar Amerika Serikat (AS). Dia meyakinkan bahwa secara operasional BUMN listrik masih untung dan masih memiliki likuiditas yang kuat.
"Yang tadi saya bilang rugi pembukuan itu kan ada kita punya utang misalnya utang dolar, hari ini kan nggak dieksekusi utangnya, nggak dilunasi kan cuma ada selisih kurs maka kita bukukan kerugian, kamu punya utang US$ 1 juta sekarang bayarnya 20 tahun lagi, waktu dolar naik utang kamu di kurs rupiah akan naik, tapi belum jadi beban, itu bedanya, jadi nggak perlu panik, jadi tidak riil," jelas dia.Untuk mengantisipasi kerugian pembukuan, Mantan Bos BRI ini telah melakukan reprofiling atau penyesuaian profil pinjaman jatuh tempo.
Dia menceritakan, dari utang jatuh tempo yang dekat kembali tenornya diperpanjang. Bahkan, PLN pun kata Sofyan masih memiliki keuangan yang surplus.
"Kemarin dapat euro bond 7 tahun US$ 500 juta, US$ 500 juta lagi 10 tahun, US$500 juta lagi 30 tahun. Jadi kita dapat US$1,5 miliar buat memperpanjang atau reprofiling sehingga cashflow kita sangat kuat, dan likuiditas masih surplus sekitar US$500 juta, jadi keuangan PLN tidak memiliki masalah, kewajiban akan diselesaikan," ungkap dia.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menjelaskan hal tersebut terjadi karena adanya pelemahan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Urusan PLN itu karena ada rupiah yang melemah, sehingga ada yang dikatakan unrealized loss. Ini karena PLN punya kewajiban membayar dengan dolar AS," kata Rini di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Baca Juga :
- Hot News, PLN Rugi Rp 18 Triliun, Lagi-Lagi Karena Riba
- Hutang Indonesia Rp 4.035T, Apa Kita Juga Akan Menanggungnya di Akhirat? Ini Jawaban UAS
Unrealized loss adalah kerugian yang belum terealisasi, jadi kerugian terjadi di pembukuan. Bukan kerugian riil yang terjadi pada usaha.
Dia menambahkan selama ini PLN sering kali kontrak dengan independent power producer (IPP) dan menggunakan dolar AS untuk transaksi pembayaran.
"Kalau sekarang saya bayar memang akan segini (rugi), tetapi sekarang belum ada yang dibayar jadi belum realize. Keadaan PLN itu sehat secara cashflow, kan kalau perusahaan yang penting bagaimana cashflow-nya. PLN itu sangat sehat," jelas dia.
PT PLN (Persero) telah menerbitkan laporan keuangan triwulan III tahun 2018. Laba perusahaan sebelum selisih kurs pada triwulan III tahun 2018 sebesar Rp 9,6 triliun, meningkat 13,3% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara.
Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp 12,6 triliun atau 6,93% sehingga menjadi Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 181,8 triliun. Volume penjualan sampai dengan September 2018 sebesar 173 Terra Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,87% dibanding dengan tahun lalu sebesar 165,1 TWh.
Di sisi lain, perusahaan terus mempertahankan tarif listrik agar tidak naik dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan agar bisnis serta industri semakin kompetitif guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Jumlah pelanggan pada triwulan III 2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017, sehingga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 95,07% pada 31 Desember 2017 menjadi 98,05% pada 30 September 2018. Capaian rasio elektrifikasi ini telah melebihi target tahun 2018 yang dipatok sebesar 96,7%.
Direktur Utama PT PLN(Persero) Sofyan Basir memastikan tarif listrik tidak naik hingga akhir 2019. Hal itu menyusul kinerja keuangan yang masih kuat.
"Nggak lah, karena operasional kita masih untung," kata Sofyan di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Rabu (31/10/2018).
Pemerintah lewat Kementerian ESDM sebelumnya mengumumkan bahwa harga listrik diusahakan tidak naik sampai akhir 2019. Hal itu juga langsung diungkapkan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Menurut Sofyan, langkah menaikkan tarif listrik pun belum ada pembicaraan dari pemerintah dengan PLN.
"Sampai sekarang belum ada pembicaraan dengan pemerintah mengenai tarif," jelas dia.
Dia menjelaskan, kondisi keuangan PLN sampai saat ini pun masih membukukan laba operasional. Mantan Bos BRI ini pun yakin sampai akhir tahun akan membukukan laba.